Dalam suasana Iedul Fitri, jutaan orang Indonesia yang mudik ke kampung halaman,
menemui orang tua, kerabat dan teman semasa kecil dan remaja. Suasana suka cita
menyelimuti keseharian pemudik, menutupi segala pengorbanan yang dikeluarkan
untuk mudik. Sayangnya lebih banyak yang tampaknya hanya mudik secara fisik, tanpa
makna untuk pengembangan diri secara hakiki.
Mudik cenderung menjadi arena
untuk unjuk sukses, pamer generousity dan atribut sukses lainnya. Prilaku ironis ini menyertai ungkapan ‘maaf
lahir dan bathin’ yang disampaikan secara santun dan elegan tanpa memahami
makna yang sebenarnya. Mudik yang sebenarnya merupakan proses kembali ke fitrah
seorang manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat untuk
memperbaiki kualitas diri dan masyarakat. Yang terjadi malah mudik cenderung menyuburkan
prilaku superioritas, hedonisme, materialisme dan rasionalisme. Mudah2an hal ini
hanya sebuah prasangka yang keliru.
Masih banyak pemandangan yang menjauhkan
manusia dari prilaku mudik secara yang sesungguhnya, misalnya ketidakberaturan
dalam berlalulintas. Masih banyak yang justru menganggap bahwa dalam suasana
mudik orang tak perlu mentataati lampu lalu lintas, masih banyak orang yang
merasa sangat gagah bersepedamotor tanpa helm, masih sering kita temui
melintasi jalan yang semestinya tidak boleh dilewati, masih banyak kita temui
prilaku-prilaku lain di jalan raya yang mengagetkan kita sesama pengguna jalan
raya. Prilaku di jalan raya adalah contoh kecil dari banyak hal yang terjadi
dalam suasana iedul fitri yang mencerminkan bagaimana mudik, kembali ke fitrah,
masih hanya sebatas slogan dan rutinitas. Di jalan raya semestinya tercermin suasana
saling menghargai, saling menghormati antar sesama pengguna jalan raya. Di
jalan raya semestinya tercermin juga prilaku kepatuhan terhadap aturan dan
hukum.
Sisi ironis suasana iedul fitri juga terjadi dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari kita. Banyak sesama pemudik justru berbagi kiat sukses bagaimana mensiasati aturan dan hokum yang ada. Banyak diantara mereka yang bangga dengan keberhasilan mengambil keuntungan dari situasi yang semestinya bukan milik mereka. Banyak juga sesama pemudik yang justru saling menghimbau untuk memaklumi semua ketidakberaturan yang terjadi di masyarakat dalam kehidupan berbangsa sebagai sesuatu yang tidak dapat diperbaiki. Banyak juga para pemudik yang melakukan mudik dengan cara melindasi hak-hak orang lain, melalaikan kewajiban-kewajiban individunya.
Sisi ironis suasana iedul fitri juga terjadi dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari kita. Banyak sesama pemudik justru berbagi kiat sukses bagaimana mensiasati aturan dan hokum yang ada. Banyak diantara mereka yang bangga dengan keberhasilan mengambil keuntungan dari situasi yang semestinya bukan milik mereka. Banyak juga sesama pemudik yang justru saling menghimbau untuk memaklumi semua ketidakberaturan yang terjadi di masyarakat dalam kehidupan berbangsa sebagai sesuatu yang tidak dapat diperbaiki. Banyak juga para pemudik yang melakukan mudik dengan cara melindasi hak-hak orang lain, melalaikan kewajiban-kewajiban individunya.
Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam orang-orang beruntung, mampu
mudik ke arah yang sesungguhnya, ke fitrah sebagai seorang makhluk Allah dalam kesucian dan kekuatan untuk meningkatkan kualitas diri, kualitas anggota keluarga dan berkontribusi untuk meningklatkan kualitas masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar