Aneh memang,
tapi itulah yang sering terjadi dalam masyarakat kita dalam banyak kesempatan.
Salah satu contohnya adalah dalam upaya menjadi seorang anggota dewan, menjadi
kepala daerah, menjadi pejabat, menjadi kepala desa, atau menjadi apa saja yang
merupakan representasi dari masyarakat.
Semestinya amanah atau kepercayaan masyarakat itu diperoleh karena
masyarakat memang melihat seseorang itu pantas untuk diberi amamah, untuk
diberi tanggungjawab, baik karena prestasi, pengalaman, ketrampilan khusus, komitmen,
integritas, kejujuran. Sangat lazim kita dengar obrolan khalayak, atau baca di koran
tentang bagaimana seorang calon anggota legislatif atau kepala daerah diisukan mengeluarkan
uang untuk mendapatkan suara, benar-benar beli suara, agar terpilih. Proses
beli suara ini bak gayung bersambut. Banyak anggota masyarakat yang akhirnya
bersikap ambil uang dari semua kandidat, persoalan memilih persoalan kedua. Bahkan disinyalir, banyak uang dari para
kandidiat tidak benar-benar dikeluarkan oleh ‘sales’ nya untuk disampaikan kepada pemberi suara. Aneh memang, pembeli suara memneli suara
melalui orang-orang kepercayaannya. Ada anggota masyarakat yang memang mau
menjual suaranya kepada satu kandidat saja. Ada juga yang ambil semua uang dari
semua kandidat. Ada juga orang kepercayaan kandidat malah tidak melakukan
pembelian apapun, kecuali memanfaatkan syahwat kekuasaan kandidat.
Menyedihkan
memang. Mudah-mudahan hal tersebut tidak terjadi. Kalau pun terjadi, entah
siapa yang harus disalahkan. Lebih menyedihkan karena kejadia seperti itu
melibatkan banyak orang yang berpendidikan, banyak orang yang mengaku religious,
dan selalu menyampaikan dan menasehati bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang
boleh dan pantas dilakukan. Kerakusan
bertemu dengan kebodohan, dibumbui kepicikan, kemunafikan ketidakjujuran,
ketidakpercayaan diri, pragmatisme lalu berbaur saling mengeksploitasi di
sepanjang jalan menuju kehancuran dan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar