Impor ikan? mungkin kita semakin sulit percaya dengan realita ekonomi bangsa kita. Kalau kita mengimpor kentang, jagung, kedelai dan bawang putih mungkin masih dapat kita terima. Bahkan impor beraspun dapat dipahami. Karena secara agronomis memang tanaman-tanaman tersebut berproduksi jauh lebih baik di negara-negara yang memiliki panjang hari yang lebih dibanding Indonesia. Tapi, impor ikan? Sungguh keterlaluan dan memalukan. Bayangkan kita merupakan salah satu dari negara maritim terbesar di dunia, tapi realitanya kita mengimpor ikan. Jangan-jangan ikan yang diimpor tersebut justru ikan yang berasal dari perairan kita sendiri. Aneh binti ajaib rasanya, tapi itulah realitasnya. Sebenarnya keanehan tersebut sudah cukup ketika kita ternyata juga mengimpor kebutuhan garam untuk masyarakat. Tidak heran kalau masyarakat nelayan kita merupakan kelompok yang paling miskin secara ekonomis dalam masyarakat Indonesia.
Kita pasti bertanya apa yang terjadi dengan kebijakan pemerintah? Kita pantas bertanya apa yang sudah dilakukan pemerintah terhadap sumberdaya kelautan kita, sehingga garam dan ikan lautpun kita impor. Apa yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas nelayan kita? Kebijakan apa yang sudah kita lakukan terhadap melindungi sumberdaya perairan kita? Mana hasil revitalisasi perikanan kita?Mungkin ini salah satu modus korupsi. Mungkin juga ini salah satu produk mentalitas korup yang melanda banyak orang di negeri kita tercinta.
Sebagai orang awam, atau sebagai konsumen, kita memang tak boleh mengeluh. Karena keluhan kita juga tak akan pernah merubah realitas tersebut. Pengelola negara mesti bijak, mesti paham, mesti punya aksi strategis, sehingga kita tidak mengimpor ikan dan garam. Berdo'a saja rasanya tidak akan merubah, kalau pemimpin kita tidak mau berubah untuk mensejahterakan masyarakat.Boikot produk impor tersebut, tentu tidak akan membantu, karena yang diimpor memang bagian dari kebutuhan hidup kita sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar