Tidak pernah satu orangpun yang hidup ini tidak pernah menerima kritik. Pun sebaliknya, tidak ada sesorang yang tidak pernah memberikan kritik terhadap apa yang ada di sekitarnya. Kritik tidak hanya muncul karena seseorang tidak puas terhadap terhadap realita yang ditemukan, tetapi juga muncul karena harapan agar kita semua mampu memberikan sesuatu yang lebih baik.
Sesungguhnya, dimanapun sesorang berada, sesorang akan selalu memberikan ‘kontribusi’ terhadap dinamika keseimbangan ruang yang kita tempati. Bahkan dengan tidak berbuat sekalipun. Karenanya, kritik tidak hanya akan diterima seseorang yang sedang atau sudah melakukan sesuatu, tetapi juga oleh orang tidak melakukan sesuatu. Jadi semua orang sebenarnya harus memaklumi bahwa kritik itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesehariannya, kritik merupakan bagian integral dari upaya seseorang untuk memberikan sesuatu yang lebih baik, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi institusi dan perusahaan tempat seseorang tersebut bekerja, maupun untuk negara ini. Yang lebih penting adalah bagaimana seseorang merespons kritik yang disampaikan kepadanya.Sebenarnya setiap orang juga mengkritik dirinya sendiri ketika seseorang tidak puas terhadap capaian yang dilakukannya. Buktinya, setiap orang senantiasa berusaha memperbaiki apa yang menurutnya lebih baik dan lebih benar. Menerima kritikan diri sendiri jauh lebih gampang dari menerima kritikan dari orang lain. Tetapi membuat kritikan terhadap diri sendiri jauh lebih sulit dibanding membuat kritik terhadap orang lain. Kritik dari orang lain yang diterima kadang disampaikan dengan bahasa dan cara yang santun, enak didengar, tanpa membuat kita memberikan reaksi yang defensif. Ada juga kritik yang disampaikan dengan vulgar, tanpa tedeng aling-aling. Jika demikian, ketika yang dikritik mendengarnya atau membacanya langsung membuat ubun-ubun bereaksi. Yang dikritik harus fokus pada apa yang dikritik, jangan fokus pada orang yang member kritik. Meskipun keseharian si pemberi kritik itu bawaannya berkesan dekil, pakaian kusut terus, muka kayak nggak pernah mandi, gaya bicaranya mendominasi, lebih banyak bicara dari pada kerja, namun orang dikritik harus tetap harus melihat apa yang disampaikannya. Yang dikritik kadang merasa iba dan kasihan kalau kritik-kritik yang muncul karena ketidaktahuan si pemberi kritik, atau karena kemalasan si pemberi kritik dalam memperbarui pengetahuannya. Yang dikritik juga kadang kesal karena kritik yang diberikan hanya karena kepicikan atau karena defensive attitude dari ketidakmampuan si pemberi kritik dalam berkontribusi. Seseorang bahkan lebih kesal ketika kritik yang disampaikan dibumbui dengan fitnah. Apapun kritikan yang disampaikan ke seseorang, yang penting orang tersebut harus fokus pada apa yang disampaikan pemberi kritik. Tidak semua kritik harus dijawab dan diresponi. Berikan waktu kepada pemberi kritik untuk mencari jawabanya dari apa yang disampaikannya. Kalaupun harus diresponi, beri waktu kepada diri kita sejenak, supaya kita tidak reaktif. Karena kritik yang disampaikan seseorang sebenarnya membutuhkan aksi dari kita untuk meninjau situasi yang sedang terjadi, menuntut aksi kita untuk memperbaiki sesuatu yang tidak berjalan dengan sesungguhnya. Kritik yang baik harus diresponi dengan aksi, bukan reaksi.
wah yang ini mantap mas bro, tapi dibaca berkali-kali pun tak kunjung mengerti mungkin agak oon kaliya? Izin Ctrl+D dulu mas ntar dibaca lagi
BalasHapusWah.. saya setuju banget tuh, klo kritik itu fundamentalnya adalah isinya. Toh kita butuh isinya untuk perbaikan. Dan saya rasa tanpa isi bukanlah suatu kritik tapi mencela. Jadi klo ga ada isi, lebih baik tidak usah dihiraukan klo kita tidak bisa mengigatkan.
BalasHapusNice post